Hari Buku Nasional, Memperingati Ironi dalam Literasi Indonesia

Penulis: Ahmad Sulton Ghozali (Staf Pengajar PBI UNIMAR)

Pada hari ini, kita memperingati hari buku nasional. Peringatan ini tidak hanya bertepatan dengan didirikannya Perpustakaan Nasional, tetapi juga menjadi pengingat akan perkembangan literasi masyarakat Indonesia. Mari memulainya dengan satu pertanyaan perenungan.

Sejauh mana kemampuan masyarakat kita dalam menyerap dan mengolah berbagai sumber literasi yang tersedia di zaman ini?

Berkaitan dengan literasi, khususnya persediaan buku-buku sebagai sumber literasi, kita dapat mengaksesnya secara lebih mudah. Hal ini didukung dengan hadirnya perkembangan teknologi informasi seperti internet hingga situs web penyedia buku elektronik (e-book). Di Indonesia sendiri, buku-buku yang terdaftar secara resmi dapat dilacak melalui sistem Internasional Standard Book Number (ISBN). Setiap buku memiliki satu kode ISBN yang dirancang secara unik.

Berdasarkan data dari Perpustakaan Nasional yang mengatur penomoran ISBN secara nasional, sebanyak 97.277 buku telah terdaftar dengan ISBN (Jauhari, 2023). Jumlah ini belum termasuk buku-buku yang terdaftar melalui sistem kode baru QR Code Book Number (QRCBN) sebagai opsi lain dalam penomoran buku-buku terbitan dalam negeri, maupun buku-buku yang tidak terdaftar dan beredar di masyarakat. Bahkan, jumlah ini belum mencakup sumber lain, seperti artikel, jurnal, poster, infografis, hingga berbagai jenis bacaan lainnya yang dapat diakses secara umum.

Berlimpahnya sumber literasi tersebut tidak diimbangi dengan minat dan kemampuan masyarakat Indonesia dalam membaca hingga memanfaatkannya secara maksimal.

UNESCO mencatat tingkat minat baca hanya sebesar 0,001 persen dari total seluruh masyarakat Indonesia. Survei lain dari Program of International Student Assessment (PISA) mencatat tingkat kemampuan literasi bagi pelajar di Indonesia berada di peringkat ke-68 dari 81 negara pada tahun 2022 (OECD, 2023). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyatakan bahwa junlah ini sudah meningkat dari tahun sebelumnya (Pengelola Siaran Pers, 2023). Peningkatan ini patut diapresiasi, tetapi statistik ini masih menunjukkan rendahnya kemampuan masyarakat Indonesia dalam mengolah dan memanfaatkan sumber literasi yang semakin bertambah setiap tahunnya.

Dari perbandingan di atas, satu masalah patut untuk diperhatikan. Bagaimana cara menyelaraskan antara (1) jumlah literasi yang tersedia dengan (2) kemampuan masyarakat dalam menyerap informasi yang dimuat dan mengolahnya? Di satu sisi, kita dapat melihat semakin banyaknya kebutuhan akan ISBN hingga tidak memperhatikan kualitas buku yang diterbitkan. Hal ini biasanya didorong oleh kebutuhan lembaga/institusi tertentu hanya demi kepentingan akreditasinya. Dampak lain dari hal ini adalah berlakunya pembatasan ISBN akibat buku-buku yang dihasilkan terlalu banyak, tetapi tidak memberikan dampak signifikan dalam meningkatkan minat baca masyarakat. Perpustakaan masih seperti gudang penyimpanan buku.

Di sisi lain, peserta didik tidak mendapatkan perhatian dan kesempatan secara maksimal dalam bidang kemampuan literasi. Peserta didik tidak hanya dituntut untuk mampu membaca, tetapi juga perlu menumbuhkan minat baca sebagai kebutuhan hidupnya.

Selain itu, peserta didik harus memilah dan mengolah sumber-sumber literasi yang tersedia. Mereka harus mampu menilai bacaan yang baik, relevan, dan merefleksikannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari pembelajaran. Jika tidak, bukan hal yang aneh jika di kemudian hari terlihat fenomena masyarakat yang lebih mudah terjerumus berita bohong atau hoax karena tidak terbiasa mengolah informasi dari pesan berantai di grup obrolannya. Tidak aneh jika di kemudian hari terdapat masyarakat yang mudah terbawa emosi dengan ujaran kebencian hanya karena tidak mampu mengevaluasi unggahan yang baru saja melintas di linimasa media sosialnya. 

Jika tidak diperhatikan, ketimpangan ini tidak hanya menjadi ironi dalam perkembangan kemampuan literasi masyarakat di Indonesia, tetapi juga semakin menutup cita-cita kita dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Referensi:
Jauhari, S. S. (2023). “Indonesia Krisis Kuota ISBN, Berapa Pengajuan Nomor ISBN 5 Tahun Terakhir?”. GoodStats. Diakses pada 17 Mei 2024.
Pengelola Siaran Pers. (2023). “Peringkat Indonesia pada PISA 2022 Naik 5-6 Posisi Dibanding 2018”. Kemdikbud.go.id. Diakses pada 17 Mei 2024.
OECD (2023). Hasil PISA 2022 (Volume I): Keadaan Pembelajaran dan Kesetaraan dalam Pendidikan , PISA, OECD Publishing, Paris, https://doi.org/10.1787/53f23881-en .