Alokasi Dana dan Tantangan Program Pendidikan Kesetaraan Tingkat Desa (PAKADES) Kabupaten Tangerang

Penulis: Tia Indriani Ningsih (Mahasiswa PBI UNIMAR Angkatan 2022)

Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten mencatat bahwa sepanjang tahun ajaran 2022-2023 sebanyak 21 ribuan lebih siswa jenjang SD hingga SMP di daerah itu putus sekolah dengan berbagai alasan. Berdasarkan data Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) sampai dengan Oktober 2023, jumlah peserta didik yang dinyatakan DO atau lulus tidak melanjutkan di Kabupaten Tangerang mencapai 21.829 peserta didik. Seluruh anak Indonesia hendaknya mengembangkan potensi, minat, dan bakatnya agar dapat menjadi penerus bangsa dan masyarakat yang mampu secara intelektual dan berpotensi memimpin bangsa. Anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang dapat membantu mengembangkan keterampilan dan mengubah keadaan yang membawanya ke arah yang lebih baik.  Namun, banyak faktor yang akhirnya menyebabkan anak-anak Indonesia putus sekolah.

Beberapa faktor internal di antaranya rendahnya minat atau kemauan anak untuk bersekolah, sekolah dianggap tidak menari, ketidakmampuan mengikuti pelajaran. Tingkat motivasi seorang anak sangat berpengaruh terhadap keinginan anak untuk terus bersekolah, motivasi ini bisa berasal dari keluarga, lingkungan dan anak itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal didasari oleh ekonomi keluarga, kurangnya perhatian orang tua, persepsi orang tua terhadap pendidikan, dan faktor budaya. 

Jika anak putus sekolah, di masa dewasa ia akan kesulitan untuk meniti karier, karena harus bersaing dengan yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Jika anak yang putus sekolah tidak mampu bersaing, ia akan terancam menjadi pengangguran. Hal ini juga bisa berdampak serius pada kehidupan di masa tua. Mereka berisiko memiliki penghasilan yang lebih rendah daripada yang mengenyam bangku pendidikan. Hal ini masih berkaitan dengan sulitnya mencari pekerjaan karena persaingan yang ketat di dunia kerja. Konsekuensi lain yang kurang nyata dari putus sekolah adalah hilangnya semua peluang berbeda, yang muncul sebagai hasil dari menyelesaikan sekolah.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, Dadan Gandana mengungkapkan dilansir dari Suara Banten News, bahwa Dinas Pendidikan berkolaborasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Tangerang dengan memberikan program beasiswa pendidikan kesetaraan Paket A, Paket B dan Paket C yang diprioritaskan untuk anak usia 7 sampai dengan 21 tahun serta masyarakat usia diatasnya melalui program Pendidikan Kesetaraan Tingkat Desa (PAKADES) yang merupakan implementasi “Desa Peduli Pendidikan” yang telah dicanangkan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Sebagai bentuk konkret Program PAKADES adalah penyelenggaraan pendidikan formal atau informal yakni program kesetaraan ijazah Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP/Mts), dan Paket C (setara SMA/MA), melalui Program PAKADES, diharapkan tercipta percepatan penuntasan masyarakat putus sekolah sehingga bisa menaikkan taraf pendidikan terutama bagi masyarakat yang masuk kategori kemiskinan ekstrem serta melalui Program PAKADES ini, diharapkan dapat meningkatkan nilai perekonomian keluarga. Dari gambaran tersebut, maka diperlukan upaya kolaborasi penuntasan angka putus sekolah dengan melibatkan Stakeholder terkait kesempatan menuntaskan dan melanjutkan pendidikan formal 12 tahun yaitu Pemerintah Desa,”jelasnya.

Lantas, apakah program ini dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang sudah mengamanatkan tentang pentingnya alokasi anggaran dana untuk pembiayaan dan pembangunan pendidikan ini?

Dalam pasal 49 ayat (1) dikemukakan bahwa “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun, amanat yang jelas-jelas memiliki dasar dan payung hukum tersebut belum bisa terealisasikan dengan berbagai dalih dan alasan belum terlaksana secara maksimal, sehingga masih banyak masyarakat yang tidak bisa mengeyam pendidikan di bangku sekolah.

 Meskipun program Pendidikan Kesetaraan Tingkat Desa atau PAKADES yang diinisiasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang memiliki tujuan yang sangat mulia untuk menuntaskan anak putus sekolah di wilayah Kabupaten Tangerang, tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada potensi permasalahan kepala desa yang dapat muncul seiring pelaksanaan program ini. Seperti potensi kepala desa yang bersikap negatif dengan memanfaatkan dana program untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, kepala desa yang mungkin cenderung melakukan nepotisme mengedepankan pada orang-orang terdekatnya dalam proses seleksi penerima manfaat, mengorbankan keadilan dan kesetaraan dalam akses program tersebut, atau kepala desa yang tidak transparan dalam proses verifikasi data putus sekolah dapat menyebabkan manipulasi data untuk kepentingan politik atau pribadi, kepala desa yang tidak mau bekerjasama dapat menghambat efektivitas program PAKADES itu sendiri, dan ada  risiko kepala desa yang tidak sepenuhnya mendukung tujuan program PAKADES dan malah menjadikannya sebagai ajang politik, atau yang terakhir kepala desa yang kurang peduli terhadap pendidikan masyarakat dapat menjadi penghambat keberhasilan program tersebut dalam jangka panjang. 

Dalam upaya mengawasi peran kepala desa dan memastikan transparansi serta efektivitas program diharuskan Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang membentuk mekanisme pengawasan internal yang terdiri dari tim atau lembaga independen yang bertugas memonitor pelaksanaan PAKADES di tingkat desa. Tim ini bertanggung jawab untuk melakukan evaluasi reguler terhadap penggunaan dana, kebijakan seleksi penerima manfaat, dan transparansi dalam proses verifikasi data putus sekolah. Menyadari potensi risiko dan kebutuhan untuk memastikan akuntabilitas, pemerintah melakukan audit rutin terhadap pelaksanaan PAKADES di berbagai desa. Auditor independen diberdayakan untuk memeriksa bukti-bukti, menyelidiki laporan, dan memberikan rekomendasi perbaikan jika ditemukan ketidaksesuaian atau ketidakberesan. Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang juga aktif melibatkan masyarakat setempat dalam proses pengawasan. Masyarakat diberikan peran sebagai pengawas sosial yang dapat memberikan masukan dan melaporkan potensi penyalahgunaan atau kesalahan dalam pelaksanaan program kepada otoritas terkait.Otoritas setempat secara terbuka menyajikan informasi terkait alokasi dana, kebijakan seleksi penerima manfaat, dan hasil audit kepada publik. Dengan memastikan transparansi, masyarakat dapat lebih mudah memahami dan menilai efektivitas program, serta dapat melaporkan ketidaksesuaian yang mereka temui.

Jika ada kepala desa yang terbukti melakukan penyalahgunaan dana atau tindakan tidak etis dalam pelaksanaan program dapat dikenai sanksi dan tindakan disiplin sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Hal ini bertujuan sebagai deterren untuk mencegah potensi penyalahgunaan ke depannya. Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang menjalin kerjasama dengan pihak eksternal seperti lembaga non-pemerintah, lembaga audit independen, atau lembaga keuangan yang memiliki keahlian dalam pengawasan dan audit. Kerjasama ini memberikan perspektif independen dan bantuan ahli untuk meningkatkan efektivitas pengawasan. Melalui langkah-langkah ini, Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang harus berusaha memastikan bahwa pelaksanaan Program PAKADES dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, yakni menuntaskan permasalahan putus sekolah secara adil, transparan, dan efisien.